LIKE Kami di Facebook

Wednesday, March 16, 2011

CARA MENGAWAL EMOSI


Dalam kehidupan, manusia seringkali menghadapi suatu masalah yang memaksa untuk memilih, ketenangan atau menyikapnya dengan amarah dan penuh emosi.
Secara etimologis, perkataan ‘emosi’ adalah terjemahan dari bahasa Arab, al-ghadlab. Dalam Alquran, perkataan al-ghadlab, dengan perubahan bentuk kata, jumlahnya tak kurang dari 24 kali. Dari sekian banyak ayat tersebut, kata al-ghadlab lebih banyak dikaitkan kepada Allah sebagai Sang Khalik. Hanya sedikit ayat yang mengaitkan al-ghadlab dengan manusia. Itu pun bukan terhadap manusia biasa, tetapi terhadap Nabi Musa AS.
“Dan, tatkala Musa telah kembali kepada kaumnya, dengan marah dan sedih hati, ia pun berkata, ‘Alangkah buruknya perbuatan yang kamu kerjakan sesudah kepergianku.’” (QS al-A’raf [7]: 150).

Dalam ayat itu, disebutkan pula bahwa Nabi Musa sempat menarik rambut saudaranya sendiri, Nabi Harun, kerana sering marah dan beremosi. Tentang sikap marahnya Nabi Musa, juga diabadikan dalam surah Taha [20]: 86 dan tentang redanya emosi tersebut juga diabadikan dalam surah al-A’raf [7]: 154.
Diceritakan dalam sebuah hadis bahawa seorang sahabat datang tergopoh-gopoh menghadap Nabi SAW untuk meminta nasihat. Nabi menjawab,
 “La taghdlab”, hindari sikap marah (emosi). Nabi SAW mengulangi nasihatnya sebanyak tiga kali.
Hadis ini cukup menjadi bukti bahwa manusia sering kali terjebak dalam keadaan emosi atau marah yang berpanjangan hingga tidak ada peluang bagi orang lain untuk meminta maaf. Kerana itu, wajar bila Nabi SAW mengulangi nasihatnya sebanyak tiga kali.
Bagaimana menguasai marah atau me-manage emosi?
Nabi SAW pernah memberikan petunjuk.
 “Jika kamu marah dalam keadaan berdiri, duduklah. Jika kamu masih marah, padahal sudah dalam keadaan duduk, berbaringlah. Jika kamu masih marah, padahal sudah dalam keadaan berbaring, segera bangkit dan ambil air wudu untuk bersuci dan lakukan shalat sunah dua rakaat.”
Betapa bijaknya nasihat Rasul SAW di atas. Sebab, ketika manusia sedang marah, ia mengalami dua hal. Pertama, ketegangan saraf, terutama saraf otak. Kedua, dirinya sedang bergelut dengan sebuah kekuatan hawa nafsu yang maha dahsyat. Dalam pandangan agama, hawa nafsu itu dipersonifikasikan dengan kekuatan setan.
Maka, ajaran Nabi SAW tentang perubahan gerakan fizikal dari berdiri kepada duduk dan dari duduk kepada berbaring bertujuan untuk melenturkan dan meredakan (relaksasi) ketegangan saraf otak dan saraf-saraf lain. Jika gerakan fizikal juga tidak mampu meredakan emosi, Nabi SAW berpesan agar segera berwudhuk dan mendirikan solat dua rakaat. Tujuannya, segera berlindung kepada kekuatan Allah untuk mengusir kekuatan setan yang terbungkus dalam bentuk sikap marah dan emosi.
Wa Allahu A’lam.




No comments:

Post a Comment

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

GURU-GURU BADAR

GURU-GURU BADAR

LUJNAH BADAR PUTERA

LUJNAH BADAR PUTERA

Jom sertai Badan Dakwah & Rohani SMKAY